Keluarga Ayub

 

Negara yang sihat akan ditunjang oleh keluarga yang sehat”

Benarkah demikian, apakah negara yang sehat pasti ditunjang oleh keluarga yang sehat? Jawabnya belum tentu sebab definisi ‘keluarga sehat” tidak cukup sekedar mereka rukun, baik-baik semua, apabila kerukunan dan kebaikan mereka hanya untuk keuntungan dan kekayaan keluarga mereka sendiri. Definisi lain mengatakan “Negara yang kuat akan ditunjang oleh keluarga yang punya visi, komitmen dan cinta negara” atau lebih tepat “Negara yang sehat adalah negara yang ditunjang oleh keluarga yang takut akan Allah” dengan kata lain hal-hal yang mendasar, harus di jalankan oleh orang-orang yang takut akan Allah.

‘Keluarga yang baik’ adalah keluarga yang patut menjadi teladan, namun di Alkitab sendiri tidak ada keluarga yang betul-betul menjadi teladan, tanpa cacat dan kekurangan. Justru Doktrin Reformed mengajarkan, tidak ada manusia yang sempurna atau tidak ada keluarga yang betul-betul ideal.
Keluarga yang kita bicarakan hari ini adalah keluarga Yakub, di sana kita melihat banyak sekali ketidak wajaran. Awal cerita, Yakub menyukai Rahel dan ingin menikahinya, tetapi pada waktu pesta pernikahan Laban mertuanya tidak memberikan Rahel untuk menjadi istrinya tetapi Lea kakaknya, Yakub marah akhirnya Laban berjanji akan memberikan Rahel apabila Yakub bekerja lagi padanya selama 7 tahun, dan Yakub menyetujuinya. Singkat cerita Yakub memiliki 2 istri, dalam pernikahan itu mulai timbul masalah, sebab Lea memiliki anak sedangkan Rahel tidak, lalu Rahel dan Lea masing masing memberikan budaknya untuk mendapatkan anak-anak, namun pada akhirnya Rahelpun mendapatkan anak dari rahimnya sendiri. Keluarga seperti ini jelas tidak menjadi teladan tapi inilah realita hidup manusia berdosa yang penuh kelemahan dan kekurangan.

Sebuah tafsiran mengatakan, zaman PL memang wajar bila terjadi hal demikian, karena waktu itu tidak ada aturan yang jelas ditambah budaya jika istri tidak punya anak, ia bisa memberikan budaknya untuk menikah dengan suaminya. Alasan tersebut sebenarnya tidak bisa diterima, sebab akan membenarkan orang yang berbuat dosa dengan alasan kontekstual, bisakah kita mengatakan ‘korupsi’ atau ‘kumpul kebo’ di Indonesia merupakan hal biasa karena budayanya demikian ?
Latar belakang Yakub, seorang yang terkenal sebagai penipu, ia menipu ayahnya dan Esau (melalui ide ibunya Ribka) untuk mendapatkan hak kesulungan. Ada yang mengatakan yang dilakukan Yakub sekalipun tidak benar tetapi untuk tujuan mulia, namun apapun alasannya perbuatan Yakub tidak bisa dibenarkan, memang semua ada dalam penetapan Allah tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab manusia. Sebenarnya keluarga Yakub adalah keluarga yang dipilih Allah yang merupakan janji Allah sendiri namun realitanya penuh intrik dan cara-cara yang tidak Kristiani.

Yang dapat dipelajari dari keluarga Yakub

1.        Allah luar biasa, DIA tetap memakai nama-nama yang penuh kelemahan ini untuk memperkenalkan ‘siapa diriNYA’, Kel 3: 15, TUHAN Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Abraham banyak kelemahan, Ishak dan Yakub juga tidak menjadi teladan. Pilihan Allah atas Yakub bukan karena dia lebih baik dari Esau, baca Roma 9: 10-16, Allah memilih sebelum anak-anak dilahirkan, belum melakukan yang baik atau yang jahat, bukan berdasarkan perbuatan. Inilah yang dinamakan ‘kedaulatan Allah’ yang seharusnya menjadi berita bahagia bukan malapetaka, pilihan Allah berdasarkan belas kasihNya, sebab jika Allah menuntut keadilan dan kesempurnaan pasti tidak satupun manusia yang dapat dipilih.
 
Perenungan: Allah memilih kita untuk diselamatkan bukan karena kita sempurna atau lebih layak dari orang lain, bahkan siapakah kita yang dapat melebihi Abraham, Ishak dan Yakub ?

2.        Allah tidak kompromi dengan dosa. Pilihan Allah pada manusia yang berdosa bukan berarti Allah suka dengan dosa, yang ditekankan disini semuanya only by grace. Seringkali kita terjebak pada kotbah-kotbah moralis yang menekankan kesempurnaan, harus hidup tanpa cacat barulah kita bisa diterima Tuhan. Tanpa kekurangan baru layak melayani dsb. Yang pasti tidak ada yg layak dihadapan Allah, jika kita sadar akan hal ini maka jangan sombong, jangan merendahkan atau menghina orang lain.
 
Perenungan: kepada jemaat yang berdosa, jangan menghakimi, melecehkan atau menertawakan; doakanlah, tegorlah dalam kasih dan tolonglah mereka, pandanglah pada diri bahwa Allah pun tetap memakai kita walaupun kita tidak lebih baik dari yang lain. Kecuali jika orang tersebut tetap keras kepala walau sudah dinasehati maka dia layak mendapat hukuman sebagai konsekuensi logis atas perbuatannya, namun spiritnya bukan dalam kebencian atau kutukan tetapi dalam rangka mendidik, seperti Allah mengukum Yakub walaupun Allah tetap menerimanya. Dalam hal ini anugerah Allah tidak mengabaikan tanggung jawab manusia

3.        Dalam Kristus tidak ada ‘karma’. Sebab Roma 8: 1, di dalam Kristus tidak ada penghukuman. Jika Yakub menipu dan ditipu sampai demikian menderita, dalam kaca mata kristen itu bukanlah karma yg mengerikan, sebab karma adalah sesuatu yang otomatis / perbuatan yang dibalaskan. Yang dialami Yakub bukanlah hukuman Allah tetapi didikan supaya Yakub menjadi orang yang lebih berkualitas. Yakub akhirnya mau minta maaf pada Esau, bagi Yakub ini merupakan pergumulan yang luar biasa hebat, sampai ia bertemu dan bergulat dengan malaikat (Allah sendiri) hingga fajar menyingsing supaya Allah tidak pergi sebelum memberkati Yakub dan Yakub berhasil, lalu Allah merubah namanya menjadi Israel yang artinya orang yang belajar taat pada Allah. Berkat yang diminta Yakub bukan berkat jasmani tetapi mental atau kekuatan dan keberanian datang pada kakaknya.